Aku merapikan meja yang ada di kamar kosku. Sedikit berantakan gara-gara kertas yang tidak terpakai menumpuk diatasnya. Belum lagi bingung mau menaruhnya dimana. Karena aku tidak bermaksud untuk membuangnya. Aku punya kebiasaan menyimpan kertas-kertas tidak terpakai begitu.
Cklek. Tiba-tiba pintu kamar yang sedari tadi tertutup, terbuka perlahan. Muncul kepala seseorang dengan rambutnya yang masih basah.
"mbaaa..." panggilnya dengan lirih, ada nada manja dipanggilannya.
Aku menoleh. Melihat raut wajahnya yang sedih bercampur bingung. Gerak-geriknya mengatakan ingin masuk, duduk dan bercerita panjang lebar.
"ada apa?" aku tersenyum melihatnya. Air dirambutnya menetes ke lantai kamarku.
"ada kuliah ga mba?" tanyanya terlebih dahulu, memastikan ceritanya tidak mengganggu jadwal kuliahku.
Aku menggeleng. "nanti jam 1 kok. Sini masuk"
Wajahnya berubah senang. Dia masuk ke dalam kamarku, mengambil posisi duduk diatas kasur. Dan aku duduk diatas karpet.
Dia mulai bercerita panjang lebar. Volume suaranya dibuat sekecil mungkin. Membuatku harus mendekatkan badan agar mendengar suaranya. Aku tahu, ini cerita yang tidak boleh didenger teman-temannya. Jadi teringat semalam, dia mencubitku yang bersuara keras waktu mengetahui dia berbohong.
Jam menunjukkan pukul 10.15. Dia, adik angkatanku, masih saja bercerita. Handuk dipangkuannya, terkadang dipakainya untuk mengeringkan rambut panjangnya yang awut-awutan. Aku sesekali menimpali ceritanya.
"...aku kalo cerita ke mereka tuh, ditanggepin biasa. Malah kadang cuma 'oh'. Ga ngasih solusi..." kata-kata yang cukup menyesakkan hati. Sejak pertama kali dia cerita kepadaku, ada rasa sedih gara-gara aku tidak bisa memberinya solusi. Aku tidak pernah mengalami apa yang dialami dia -apalagi dibidang percintaan. Tapi setidaknya dia sedikit merasa lega karena bebannya terkurangi. Biasanya masalah akan terasa lega kalau disampaikan ke orang.
Dia mengubah jalan cerita. Cerita kini berpusat pada teman-temannya. Seperti dikalangan cewek pada umumnya, teman-teman di kelasnya bergerombol. Sama seperti yang terjadi padaku di awal-awal semester. Dia mengaku kalau dirinya netral dan fleksibel. Di gerombolan manapun dia bisa masuk. Hanya saja, yang netral seperti dia cuma segelintir cewek.
"yang sedih tuh ya mba.. pas kuliah apa ya aku lupa.. itu kan di mipa kuliahnya. Habis kuliah biasanya kan pada dolan kemana gitu. Masa pas itu aku ga diajak coba. Mereka ninggalin aku. Padahal biasanya mereka sms nanya aku dimana.. waktu itu ga ada yang sms.."
Rasanya mirip sesuatu. Aku mengingat-ingat. Terlintas sebuah foto diingatanku. Ah, ternyata ga cuma aku yang mengalami. Foto yang sedang main itu diupload oleh seseorang. Terlihat kalian sedang main di sebuah pantai. Pertanyaanku saat itu, "ini kapan? kok aku ga diajak?". Seharian itu aku merasa tidak pernah ada teman yang mengajakku main. Sekedar mengajak.
"aaah.." teriaknya kencang, "sudah setengah sebelas! Aku ada kuliah.."
Aku melirik jam. Sudah menunjukkan pukul 10.35. Kulihat dia berlari keluar kamar. Tapi tiba-tiba berhenti di pintu. Ntah apa yang disampaikannya, tidak terdengar. Dia menutup setengah pintu kamarku, dan masuk ke kamarnya.