Pelajaran terakhir selesai. Aku merapikan mejaku, memasukkan buku-buku yang kugunakan selama pelajaran. Kemudian duduk tenang mendengarkan suara guru.

"eh ketempatku yuk habis ini.." ajak teman yang duduk di belakang bangkuku.

Aku menoleh. "langsungan?"

Dia mengangguk. "kalo pulang dulu kelamaan, lagian deket sini kok"

Aku menggaruk kepalaku. Aku tidak terbiasa main sehabis pulang sekolah.

"ayolaah.. bentar aja deh" pintanya.

Aku mengangguk, "iya deh.."

-Untitled-

Rumahnya tidak begitu jauh dari sekolah. Hanya saja jalan yang dilalui tidak standar. Itu sebuah jalan setapak yang jarang dilewati orang. Semak belukar yang tidak terurus terkadang menghalangi jalan. Pohon-pohon jati berumur ratusan tahun menambah nuansa seram.

"tidak ada jalan lain?" aku membuka percakapan.

Kulihat dia berpikir sesaat. "ada, tapi jauh. Ini jalan pintas yang dibuat oleh kakakku"

Aku mengangguk-angguk. "kamu tidak takut lewat sini?"

Dia melihatku kebingungan, "takut? kan masih siang..."

"iya juga sih.." aku merasa sedikit malu. Tapi tempat ini membuatku tidak nyaman.

"ah itu rumahku.."

Kami keluar dari jalan yang tidak standar itu. Ada sebuah pemukiman yang normal. Aku sudah berpikir yang aneh-aneh. Jalan pemukiman itu pun sudah beraspal. Beberapa orang lewat dan menyapa temanku.

"nah ini rumahku. Maaf ya jelek.." dia membuka pintu gerbang.

Rumahnya bisa dibilang besar. Pekarangannya luas dan bersih. Rumput-rumput yang memenuhi kebun samping dipotong dengan rapi. Bangku taman yang terbuat dari besi dibiarkan berkarat. Berbanding terbalik dengan keadaan sekitar yang sering dirawat.

Dua tahun lalu, dia masuk sebagai murid pindahan di sekolahku. Dari cerita yang kudengar, dia cuma tinggal berdua dengan kakak laki-lakinya yang pengangguran. Sedangkan orang tuanya telah lama meninggal. Aku sendiri tidak pernah bertanya soal itu.

"silakan duduk" dia tersenyum, "bentar ya aku ambilkan minum"

Aku duduk disofa berwarna merah. Menaruh tas di dekat sofa. Aku memperhatikan ruangan itu. Tidak ada yang aneh. Sepertinya aku terlalu memikirkan yang tidak-tidak.

Krieet.

Pintu dari salah satu ruangan di rumah itu terbuka. Aku terkejut. Keluar sesosok laki-laki tinggi, kurus dengan baju lusuh. Penampilannya acak-acakan. Rambut yang ntah berapa lama tidak tersisir menghalangi mata kanannya. Yang membuatku takut, ditangannya sebuah clurit tergenggam erat. Karat yang menempel diclurit terlihat seperti darah kering yang sudah sangat lama. Laki-laki itu menatapku tajam dengan mata kirinya. Aku memeluk tasku tanpa sadar.

"kakak! jangan menakuti temanku!" teriak temanku yang datang dari dapur. Dia membawa sebuah baki.
Laki-laki itu menoleh. "oh dia temanmu. Maaf ya mba.." laki-laki itu menundukkan kepalanya.

"i-iya.." aku masih gemeteran.

"kakak membuatnya takut. Sudah aku bilang, kalo mau keluar pake bando" dia menasehati kakak laki-lakinya.

"iya kakak lupa" laki-laki itu menarik bando yang ditaruh dilehernya. Dipasangnya kerambut keringnya. "sekali lagi maaf ya mba, aku kira adikku membawa penghuni baru"

Aku tidak mengerti yang dikatakannya. Tapi laki-laki itu sudah keluar rumah terlebih dahulu.
"maaf ya, kakakku emang gitu. Matanya agak burem. Jadi dia suka melihat sesuatu dengan tajam" dia memainkan baki yang ada ditangannya, "eh diminum deh.."

Aku mengangguk. Sambil mengambil gelas berisi sirup jeruk itu, aku bertanya-tanya kesehariannya. Dengan ceria dia menjawab pertanyaanku dengan normal.

"kamar mandi dimana ya? aku kebanyakan minum kayaknya" aku sedikit malu.

Dia mengantarku ke kamar mandi. Kami melewati beberapa ruangan, kemudian dapur.

"sebentar yak.." aku masuk ke dalam kamar mandi. Bersih. Dan lagi-lagi terlihat normal. Hanya saja yang aneh itu tempat sikat gigi. Mereka hanya tinggal berdua, tapi jumlah sikat giginya lebih dari 8 buah. Mungkin ada sodaranya yang menginap, pikirku.

"kamar mandimu bersih ya.." aku memuji sedikit.

"ah itu kakakku yang tiap hari bersih-bersih" dia tersenyum, "kakak kan nganggur, jadi dia tiap hari bersih-bersih rumah, pekarangan. Kadang dia bersih-bersih ditempat orang kalo disuruh. Lumayan, untuk nambah biaya sekolah"

"kenapa kakakmu ga kerja aja?"

"aaa itu.. kakak tidak bisa jauh-jauh dari rumah"

Terlihat dari wajahnya, ada sesuatu yang disembunyikan. Aku tidak bertanya lebih jauh.

Kami kembali ke ruang tamu. Sejumlah pertanyaan menumpuk dipikiranku. Rasanya tidak sopan bertanya yang aneh-aneh.

"sodara-sodaramu sering kesini?" aku tiba-tiba bertanya.

"sodara?" dia terlihat bingung, "aku tidak punya sodara. Sodaraku satu-satunya cuma kakakku yang tadi"

"eh?" aku terkejut.

"aku tidak punya keluarga. Semua keluargaku hilang hari itu, termasuk orang tuaku. Yang tersisa cuma aku dan kakakku"

Aku semakin bingung. Banyak sesuatu yang disembunyikan olehnya.

"terus.. kenapa di kamar mandi banyak sikat gigi? di wastafel dapur banyak gelas dan piring kotor bertumpuk?" aku mulai menyampaikan hal-hal ganjil yang aku lihat, "kalo cuma berdua, ga mungkin piring kotor sebanyak itu, apalagi kakakmu sering bersih-bersih..."

Kulihat dia tertawa. "ya ampun, kamu sepenasaran itu? hmm.. gimana ya ngomongnya, aku bingung" dia menggaruk kepalanya, "kamu ga bisa melihatnya ya?"

"melihat... apa?" aku bingung.

"jadi gini.. mungkin yang terlihat memang yang tinggal disini cuma aku dan kakakku, tapi sebenarnya disini sangat rame"

"mak-- sudmu?"

"aku jarang ngajak teman datang kerumah. Makanya kakakku kaget waktu melihatmu. Soalnya aku biasanya ngajak 'itu'.."

Aku mulai merinding. "jadi yang tadi kakakmu maksud dengan penghuni baru itu..."

"ya itu. Sebagian dari mereka disini loh. Memandangimu dengan heran dan penasaran. Mereka pikir kamu mangsa yang enak"