Ada ramai-ramai apa?

Aku berdiri di pinggir jalan. Melihat kerumunan para pekerja jalan. Sebuah lubang besar menganga di jalan beraspal itu. Ah lagi-lagi jalan itu rusak. Perbaikan jalan membuat lalu lintas semakin ramai. Buka tutup jalan pun diberlakukan. Seharusnya aku dengan mudah menyeberang, tapi aku malah menanti jalan kosong. Toh masih ada waktu.

Jalan di depan kampus sering rusak. Berapa kali pun diperbaiki, rasanya percuma. Seperti ketok magic. Simsalabim kerusakan hilang, tapi tidak lama. Kerusakan akan muncul lagi di tempat yang sama. Lubang besar itu. Sejak aku pertama masuk kuliah lubang itu sudah ada. Dan ini tahun keempatku kuliah, lubang itu masih ada. Meskipun berkali-kali ditambal.

Dari gosip yang aku dengar, lubang itu ada setelah kampus selesai dibangun. Katanya lubang itu perwujudan dari banyaknya pekerja yang meninggal akibat pembangunan. Semacam meminta tumbal. Antara percaya atau tidak. Tapi selama 4 tahun aku kuliah, sudah 3 orang dari jurusanku yang meninggal di depan kampus. Belum lagi dari jurusan lain. Kelalaian dalam berkendaraan. Biasanya itu yang menjadi alasan.

Perempuan yang Menyukaiku

Aku mikir apa sih.
Setiap kali aku hendak menyeberang, pikiran itu selalu muncul. Ada perasaan takut yang aneh. Tidak, aku tidak percaya sepenuhnya dengan cerita itu. Asal hati-hati itu semua bisa dicegah. Ya, hati-hati.

Jalanan masih ramai. Aku bersenandung kecil menghilangkan kebosanan. Tiba-tiba muncul seseorang disebelahku. Aku melirik. Seorang perempuan bertubuh mungil. Mengenakan rok panjang berwarna cerah, jaket tebal yang kebesaran -terlihat dari lengannya yang menghilangkan tangannya, kerudung bermotif bunga dan tas cangklong bertuliskan 'Bali'. Terlalu lama melihatnya, dia tersadar dan balik memandangku.

"Manis.." ucapku spontan, namun lirih.

Wajahnya memerah. Aku tidak yakin dia mendengar apa yang aku ucapkan. Masa iya dia dengar? Kena sinar matahari mungkin. Dia masih melihatku. Tatapannya membuatku salah tingkah. Aku mencoba bersikap cool dengan pura-pura melihat kanan-kiri.

"Anu..... mas-nya mau nyebrang?" tanyanya malu-malu. Suaranya kecil, halus.

"Iyah" jawabku cuek.

Jalanan sudah kosong. Setelah memastikan, aku berlari menyeberang. Perempuan itu juga membuat perasaanku jadi campur aduk. Aku mendengar suara langkahnya. Aku menoleh memastikan. Sepatu pantofel hitamnya menemani langkah kecilnya. Dia tidak begitu jauh di belakangku. Kalau aku tinggal tidak apa-apa kali ya? Sepi juga kok.

Semua diluar perkiraan. Seberapa besar manusia berhati-hati, kematian akan terus mengancam. Sebuah mobil keluarga berwarna silver datang dari arah kanan. Ke-kenapa ada mobil?. Terlalu cepat. Mobil yang hanya berisi satu orang itu membanting setir ke arah kiri. Aku menoleh cepat. Badanku beku. Ini pertama kalinya aku melihat kecelakaan tepat di depan mataku. Perempuan itu... badan perempuan mungil itu melayang bagai boneka yang terjatuh dari tempat tinggi. Kemudian terdengar suara ledakan. Mobil itu naik ke atas trotoar, menabrak tiang listrik tempat aku berdiri tadi, dan terbakar.


Aku merasa kesadaranku kembali, walau tidak sepenuhnya. Memori di kepalaku terhapus sejenak. Aku terduduk di sebuah ruangan. Ramai. Beberapa orang mondar-mandir keluar masuk ruangan. Seorang lelaki berumur 50 tahun mendekatiku. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya.

"..... masih syok, pak" itu yang dapat aku dengar dari orang-orang yang duduk disampingku.

Ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa wajah mereka seperti itu? Aku memandang mereka satu per satu. Rasa khawatir, takut, lega, panik, bingung. Ini ada apa? Bukannya sekarang harusnya kuliah?

"Masih sakit badannya?" tanya salah satu dari mereka yang duduk di depanku.

Memang benar, badanku terasa nyeri. Ada luka-luka aneh di kedua tanganku. Dan terasa nyut-nyutan di bagian wajah. "Ini.. kenapa ya? Kok aku babak belur gini?"

Mereka saling pandang. Tidak ada yang mau menjawab. Mereka saling lempar untuk memberitahuku. Melihat itu, aku sedikit jengkel. Akhirnya orang yang duduk di sebelah kananku mau memberitahu dengan hati-hati.

"Sepertinya ingatanmu rada kacau" dia menunjuk-nunjuk kepala, "Gini, hmm.. gimana ngomongnya yaa.... hmmmm ledakan. Ada kecelakaan di depan. Peremp---"

Aku menangkat tangan. Dia langsung tahu isyarat itu. Diam. Memori yang hilang tiba-tiba datang mengeroyok. Masuk ke dalam pikiran tanpa belas kasihan. Ledakan. Mobil. Tiang listirk. Pantofel hitam. Dan... perempuan mungil itu. Iya, perempuan mungil. Yang lari sambil mencincing rok panjangnya, memperlihatkan sepatu pantofelnya, mengikutiku. Napasnya terengah. Kemudian mobil itu datang. Kepalaku penuh. Pusing. Pandanganku memutih.

"Hei, gapapa kan?" tanya orang yang berada di kananku. Memegangi pundakku. Aku mengangguk sambil mengeja kata 'pusing'. "Ya namanya juga syok. Aku paham kok. Tapi ayo, itu polisi udah nungguin dari tadi. Masa cowok lemah gitu sih ahahahaha"

Mereka mengantarku bertemu dengan pak polisi yang tadi mendekatiku. Wajahnya lebih seram dari yang aku kira. Beliau memberiku beberapa pertanyaan tentang kejadian yang baru saja aku alami. Seperti bagaimana kronologinya, siapa perempuan itu dan lain-lain. Aku menjawabnya dengan lancar. Mereka hanya bisa diam, merasakan diri mereka berada di tempat kejadian.

Setengah jam berlalu. Pak polisi mempersilakan kami keluar dari ruangan. Mereka masih membicarakan tentang kejadian itu. Begitu pun dengan pikiranku. Harusnya aku bisa menyelamatkannya. Tapi, kenapa bisa ada mobil itu? Bukankah jalanan itu sepi? Apa ini yang digosipkan itu? Tumbal begitu?

"Jangan-jangan lubang itu minta tumbal ya? Hii ngeri" salah satu dari mereka spontan mengatakan itu.
"Mungkin juga. Aku dengar kecelakaan semalam itu korbannya selamat. Meski luka parah"
"Makanya sekarang minta ganti. Dapat 2 pula. Ada juga yang semacam itu ternyata"
"Lu beruntung bro, bukan lu yang jadi tumbal. Tapi kasian cewek yang tadi ya"
"Bener-bener parah, ngeri ah. Untung aku ga liaat. Tapi tadi darahnya masih ada waktu aku lewat"

Aku mendengarkan percakapan mereka. Memang benar, aku beruntung. Hanya saja aku terus memikirkan perempuan itu. Perempuan yang aku tidak tahu namanya, yang tiba-tiba menyapaku seperti itu.

"Eh mobil itu nabrak tiang listrik kan? Tadi kamu bilang kalo kamu sebelumnya berdiri disitu, kalo saja kamu ga pergi, mungkin udaah.."
"Iya juga ya, aku ga kepikiran sampe situ. Mungkin itu cuma kebetulan, atau aku yang lagi beruntung"
"Yah untungnya si sopir banting setir ke kiri, kalo ke kanan, lu juga kena bro"
"Kok jadi semacam final destination gitu? Iya ga sih?"
"Dan lagi yang aneh itu, aku merasa jalanan itu bener-bener sepi. Makanya aku kaget kenapa ada mobil yang tau-tau lewat"
"Mungkin semacam imajinasi?"
"Wah bener-bener kramat deh tempat itu"

Kami berjalan di belakang kerumunan, yang akhirnya kami tahu kalau itu teman seangkatan dari perempuan itu. Diantara mereka ada yang menangis histeris. Aku merasa bersalah. Beberapa dari mereka melihat kami lewat.

"Eh itu kan cowok yang ama dia?"
"Iya itu cowok yang sering dia ceritakan"
"Kok bisa sih dia meninggal di depannya"
"Kenapa itu cowok ga nolongin?

Salah satu dari kami yang penasaran, pergi menghampiri mereka. Sedangkan aku dan sisanya kembali berjalan menjauh. Tidak mau mendengar percakapan itu lebih lanjut. Rasanya sakit.

"Aku dapat sesuatu" katanya setelah mengorek informasi. "Kamu kenal dia ga sebelumnya?"

Aku menggeleng. "Enggaklah, ga pernah liat juga. Tapi tadi aku sempet ngeliat dia. Manis, walau rada pucat"

Semua tertawa.

"Hari ini dia ada kuliah di jam yang sama dengan kita. Temennya yang tadi aku tanyain adalah temen kosnya yang juga paling akrab dengan dia. Nah hari ini dia ga enak badan, mungkin karna itu wajahnya pucat"

"Pantes aja. Tapi tetep manis sih hehe"

"Sebenernya tadi itu dia berangkat ama temen kosnya ini, naik motor. Trus dia ngeliat kamu berdiri di pinggir jalan. Jadi dia turun dan bilang ke temennya untuk berangkat sendiri"

Semua memasang wajah bingung seperti aku. "Kenapa? Kalo dia ga turun, ga bakal kaya gini"

Semua memandangku seakan berkata 'dasar lemot'.

"Haaah dasar. Sebelumnya kamu kenal ga perempuan ini?"

Aku menggeleng. "Tadi kan aku udah bilang. Aku ga pernah liat"

"Aku ga usah sebut namanya ya, kamu pasti bakal mencari tau hahahahaha. Iya aku juga ga pernah liat. Dia beda jurusan dengan kita dan 2 tahun dibawah kita. Mahasiswa baru gitu. Aku ga tau dia liat kamu kapan dan dimana. Seharusnya kamu tau lah kenapa dia turun dari motor dan milih berangkat sendiri, wahai cowok lemot"

"Ga usah pake lemot" aku merasa kesal, "maksudmu dia suka sama aku?"

"Dari perbuatan sih bisa dibilang begitu. Temen kosnya juga mengiyakan waktu aku tanya. Dan ucapan dia ke kamu itu, harusnya udah jelas. Kata temennya, dia itu takut menyeberang jalan"

"Ucapan?"

"Iya yang tadi kamu ceritakan. Lalu, yang ini mungkin akan sangat menyakitkan. Hari ini ulang tahun dia, dan dia berencana mengungkapkan perasaannya padamu"

Semua terdiam. Aku hanya bisa menatapnya selesai berbicara. Kenapa kejadian ini menyisakan sesuatu yang menyakitkan? "Mas-nya mau nyebrang?". Kalimat itu muncul dibenakku. Kalimat yang diucapkannya padaku, yang pertama sekaligus terakhir.  Kalimat yang membuatku merasa menjadi pecundang. Kenapa aku tidak membantunya menyeberang? Kenapa aku tidak berjalan disampingnya? Kenapa aku tidak menolongnya? Kenapa aku hanya bisa berdiri diam?

Aku membiarkan....
Perempuan yang tidak aku kenal...
Aku.....
Perempuan yang menyukaiku.....