"bahasa gaulnya secret admirer. Hanya saja kata
secretnya dihilangi. Soalnya aku selalu ketahuan kalo sedang mandangin dia.
Malu banget rasanya.."
Love Story (Girl's Side)
Siang, pukul 12.15..
Aku memasuki cafe yang sudah lama menjadi tempat makan
siangku ketika jam istirahat. Dan meja dipojokan dekat jendela selalu menjadi
tempat favoritku. Selain karena meja itu berbeda dari meja yang lain, aku bisa
mengamati orang-orang melalui jendela. Tapi hari ini meja itu telah diisi oleh
3 orang pemuda.
"yaah telat..." pikirku. Akhirnya aku memilih meja
lain yang dekat jendela.
Seorang pelayan wanita datang menghampiri mejaku. Menanyakan
pesananku.
"seperti biasa mba" jawabku santai tanpa melihat
daftar menu yang diberikannya.
"es chococino satu?" pelayan itu mencoba menerka.
Aku mengangguk memberi jawaban. "mau makannya sekalian?"
Aku menggeleng, "nanti saja mba, nunggu teman"
Setelah memberi senyum, pelayan itu meninggalkanku.
Aku memandang keluar jendela. Orang-orang sibuk berlalu-lalang,
terutama pada jam istirahat. Cafe, rumah makan maupun tempat yang menyediakan
makan siang selalu ramai. Cafe ini salah satunya. Selain karena dekat dengan
kantor, aku menyukai chococino khas cafe ini. Padahal aku termasuk orang yang
anti untuk minum sesuatu yang berhubungan dengan kopi.
"silakan pesanannya" sebuah gelas diletakkan
diatas mejaku.
"terima kasih" aku tersenyum.
Aroma kopi mulai tercium. Aku mulai mengaduk chococino
pesananku dengan sedotan. Membuat es-es yang ada didalam gelas bertabrakan.
Air-air yang menempel diluar gelas mengalir, seperti chococino yang masuk ke
kerongkongan.
"klining.." lonceng dipintu cafe berbunyi. Tanda
jika ada pelanggan yang datang.
Aku menoleh kearah pintu. Seorang wanita seumuran denganku
melambaikan tangannya. Dia tidak segera datang menghampiriku, dia menemui seseorang
yang ada dibelakang cafe ini. Bisa dibilang dialah yang membawaku kemari. Memperkenalkanku
dengan cafe ini. Mungkin itu cerita lama ketika aku baru pertama kali datang ke
kota ini untuk kerja.
"hey.." sapanya dengan ceria. Dia sudah
menggenggam sebuah gelas minuman. "aku sudah pesankan makan sekalian"
Aku tersenyum, "itu yang kuharapkan dari kedatanganmu
hahaha"
Dia ikut tertawa. Sambil menarik kursi, dia bertanya
"kenapa duduk disini?"
Aku menoleh kearah belakang. Melihat meja dipojokan.
"udah ada yang nempatin waktu aku datang"
"yaah padahal enak disana loh. Tapi yaudahlah" dia
menaruh tas jinjingnya yang berwarna merah. "aku membuatmu menunggu?"
"enggak.." aku melihat jam. Jarum pendek berada diantara
angka 12 dan angka 1, sedangkan jarum panjangnya sudah berjalan keangka 6.
"15menit kira-kira.."
Dia pura-pura terkejut. "lama yaa? hahaha..."
Aku menatapnya dengan sedikit cemberut, "akan lebih
lama lagi kalau kamu tidak langsung memesankanku makanan"
"hahaha maaf maaf, aku tadi ada urusan. Biasa, bos yang
semaunya sendiri" dia menghela napas. Diambilnya sebuah tissu, dilapkan ke
wajahnya yang sedikit berkeringat.
"kenapa lagi dengannya?" aku penasaran. Membuat
wajah yang siap mendengarkan.
"dia menganggapku seperti pembantu!" ujarnya
kesal.
"loh bukannya sekretaris emang begitu?" aku
sedikit mengejek.
Dia melempar bekas tissunya kedahiku. "pembantu dalam
urusan kerja mungkin boleh, tapi diluar itu enggak. Pria yang takut sama
istrinya begitu, cuma bisa berani sama bawahan. Apalagi sekretaris"
"kalau ga betah, undur diri saja" aku memberi
solusi.
Dia memegang kepalanya. "aaaa aku ga tahu mau kerja
dimana lagi..."
Aku melihatnya yang agak frustasi. Tapi pandanganku tertuju
kesatu titik. Sebuah cincin yang ada dijarinya. "kamu dilamar?"
teriakku agak kaget. Beberapa orang yang duduk didekat kami menoleh, termasuk 3
pemuda yang duduk dipojokan.
Dia tersenyum memberi tanda kepada orang-orang bahwa tidak
terjadi sesuatu. "bisa ga ekspresinya biasa aja?"
"itu tidak biasa!" aku menunjuk-nunjuk cincin
dijarinya. "kapan itu? kapan?"
Dia melihat cincin dijarinya. Wajahnya berubah ceria dan
agak malu. "dua hari yang lalu aku dilamar. Kemarin aku lupa cerita
hahaha"
"wah kamu melangkah jauh didepanku hahaha" aku
memberi cheers untuk dilamarnya dia sebagai tanda selamat. Aku tidak menyangka,
laki-laki yang baru dipacarinya selama 6 bulan itu, mengajaknya menikah. Aku
terharu.
"jangan lupa, kamu ngejar loh..hahaha" giliran dia
mulai mengejekku.
Pesanan kami datang ditengah-tengah obrolan yang mengasyikkan.
Mau tidak mau kami harus menikmati makanan itu, selain jarum jam yang terus
berputar juga.
Masih tersisa 20 menit untuk waktu istirahat. Dan aku telah
menghabiskan makananku. Pudding yang menjadi dessert pun telah habis. Ah hari
ini begitu panas. AC yang ada di cafe pun tak terasa. Sudah berlembar-lembar
tissu aku gunakan untuk melap keringat.
"cafenya penuh, makanya panas.." dia berbisik.
Sebuah buku dijadikannya kipas.
Aku melihat kesekeliling cafe. Memang benar yang dikatakannya.
Tidak hanya meja dalam, meja luar pun penuh. Hanya saja yang aneh, sebagian
besar yang datang adalah anak sekolah.
"ada apa gerangan? cafe ini berubah menjadi kantin anak
SMA?" tanyaku heran.
"ih bego" dia mendaratkan bukunya dikepalaku,
"ini pa-len-tin. Kalau valentine cafe ini memang jadi beda. Selain
dekorasi yang khas, ada menu-menu khusus yang hanya ada pas valentine, atau
promo-promo aneh"
Aku menyimak. "dekorasinya sama aja deh. Cuma.. kenapa
kamu ga bilang? Aku pengen nyicipin menu khususnya"
"ah iya aku lupa hahaha. Nanti kita pesan aja untuk
pulang kantor" janjinya.
Aku menghabiskan chococino yang tinggal sedikit. Kulihat
temanku sedang memperbaiki make-upnya. Kanan-kiri pandanganku dihadapkan oleh
anak SMA yang sedang dimabuk cinta. Meski tidak semua yang datang itu adalah
sepasang kekasih.
"enaknya jadi anak sekolahan..."
Dia berhenti berdandan. Menatapku. "wah sepertinya ada
yang menarik. Tumben ngomong kaya gitu. Ingat umurlah hahaha..."
Aku mencibir, "kaya ga pernah jadi anak sekolahan"
"bukan begitu.." dia memainkan pensil alisnya,
"aku tidak pernah mendengar kamu bercerita tentang masa lalu. Dan aku
tidak memaksa juga"
Aku memandang keluar, "tidak ada yang bagus untuk
diceritakan. Kalaupun ada ...."
Aku terdiam. Kembali memandangnya. Dan kulihat wajahnya
berubah penasaran. Didekatkan wajah memohonnya itu.
"haahh.." aku menghela napas. Kulihat dia
tersenyum lebar. "aku mulai darimana?"
"terserah.." dia memperbaiki duduknya, bersiap
mendengarkan.
Ini pertama kalinya aku bercerita. Jujur, aku sama sekali
tidak pandai bercerita. Biasanya aku hanya menjadi pendengar.
"dulu ada seseorang ...." aku menelusuri setiap
kenangan yang disimpan dimemori kepala maupun hati, "ada cowok yang aku
kagumi"
Dia terkejut, "siapaaa?"
Aku menjulurkan lidah dan saat itu juga bukunya lagi-lagi
mendarat dikepalaku.
"aku orang yang ga bisa cerita" aku menggaruk
kepala belakangku.
Dia menepuk dahi, "mengalir aja. Apa yang terlintas,
diceritain"
Aku kembali berpikir. "dulu itu.. kalau bahasa gaulnya
secret admire. Hanya saja kalau aku kata secretnya dihapus. Soalnya aku selalu
ketahuan"
"hahaha kamu kurang ahli dalam hal itu" dia
menertawakanku.
"aku pertama kali lihat dia ketika acara perpisahan
sekolah. Waktu itu aku masih kelas 1 SMP. Memandangi kakak kelas rasanya wajar
waktu itu hahaha. Dan ntah kenapa ketika melihatnya aku merasa deg-degan.
Mencari info tentangnya, sampai bela-belain dikerjain kakak kelas cewek demi
mendapat fotonya. Kalau mengingat itu bikin ketawa sendiri.
Mungkin seranganku terlalu gencar. Sampai orangnya tahu
kalau ada yang nguntit. Lucu, ketika berpapasan dengannya yang lagi jalan
dengan teman-temannya, aku merasa malu karena teman-temannya tahu kalau aku
nguntit dia hahaha"
"trus hasil nguntitmu gimana?" dia penasaran.
Bahasa yang kami gunakan mulai berubah seperti remaja.
"nol. Hasilnya nol" aku mengangkat bahu,
"ternyata dia sudah punya pacar. Aku kira dengan begitu aku mulai mundur
untuk nguntit dia, tapi malah sebaliknya. Yang aku bingung, rasa yang aku punya
saat itu. Aku kagum, aku suka. Tapi hanya dengan melihatnya saja aku
benar-benar senang. Ga memiliki dia juga gapapa. Yang jadi masalah ketika aku
mulai memutuskan punya pacar.."
"kamu punya pacar?" lagi-lagi dia terkejut.
"iyah dulu, beberapa. Kamu kira aku ga laku-laku ya?"
aku menepuk kepalanya, "aku merasa bersalah pada mereka. Mereka tulus sama
aku, tapi aku malah kayak gitu. Perasaanku tidak pada mereka. Rasa suka sama
kakak kelas itu benar-benar besar. Gila. Itu berlangsung sampai aku tamat SMA.
Rasanya aku benar-benar bego. Tapi itu hilang sedikit demi sedikit ketika
kuliah. Bayangan dia sudah jauh"
Aku berhenti cerita. Dia masih memasang wajah terkejut.
"ternyata ada orang begitu kayak kamu" dia mengomentariku.
Aku hanya tertawa. "sekarang masih ada perasaan?"
"gara-gara disuruh cerita, jadi ingatlah. Kayaknya aku
benar-benar harus melupakan itu"
Dia menepuk bahuku. Tersenyum. Aku heran.
"kamu harus cari yang lain" dia mengacungkan jempol,
"jangan sampai kamu datang sendirian dihari pernikahanku hahahaha"
"iyah iyah kalau dapat..."
Dia memandangku. "itu hanya masa lalu. Kalau orang itu
benar-benar berarti, jangan dilupain. Asal tidak mengganggu kamu yang sekarang.
Wajar sih, sama kayak kalau mengingat mantan"
Aku tersenyum, "aku berharap bisa bertemu dengannya
sebentar"
"tenang aja, dunia itu sempit hohoho" dia tertawa,
"kisah semua orang berbeda, itu yang bikin dunia berwarna. Kalaupun ada
yang sama, cara menyelesaikannya berbeda. Seandainya waktu itu kamu cegat dia,
lalu ngomong apa yang kamu rasakan, mungkin ceritanya akan beda"
"aku pernah memikirkan itu, tapi tidaklah. Aku terlalu
malu untuk itu" aku mulai berkemas-kemas. Kulihat dia sudah selesai
dandan.
"kita terbalik ya. Aku selalu dapat apa yang aku suka.
Setiap naksir dengan orang, orang itu pasti punya perasaan yang sama. Tapi
ujung-ujungnya selalu berhenti ditengah jalan" dia memandang cincin
dijarinya. Terpancar kekhawatiran yang besar darinya.
Aku menggenggam tangannya. "aku yakin kali ini
benar-benar untukmu"
Dia tersenyum. "ayo, sudah lebih dari jam 1 nih.."
Aku mengangguk. Bangkit dari kursi menuju kasir. Mengeluarkan
beberapa lembar uang. Dan tidak lupa memesan menu khusus valentine untuk
diambil nanti sore.
"tidak sabar mencicipi menu khusus" kataku sambil membuka
pintu. Terdengar suara lonceng berdenting. Dia duduk di kursi depan cafe, dan
memintaku untuk menunggunya sebentar. Sepatu barunya bermasalah.
"aaaaa... tuh kan lupa" tiba-tiba dia berteriak.
"ada apaa?" aku terkejut.
"tuh kan kamu lupa cerita tentang sms semalam" dia
mencengkram bahuku dan menggoyang-goyangkan badanku, "siapa yang mau
datang?"
"kita bisa telat loh.." aku sedikit menggerutu,
"nanti malam masih ada waktukan?"
Dia memasang wajah cemberut, "yaudah deh..."
Aku tersenyum. "dia pacarku waktu kuliah, tahun depan
bakal pulang ke Indonesia" aku berbisik memberi ringkasan cerita.
Melihat wajah terkejutnya membuatku senang. Akhirnya kami
meninggalkan cafe. Sambil berjalan, aku memandangi cafe dari luar. Tiga pemuda
yang datang lebih awal dariku masih duduk dimeja itu. Salah satu darinya
menoleh. Pemuda itu memasang wajah yang sama denganku, tidak percaya.
Aku menyenggol dia yang berjalan disampingku. "kakak
kelas itu ada di cafe tadi....."
0 comments:
Post a Comment